Rabu, 14 Juli 2010 | By: Babad Sunda

Jejak Kerajaan Sunda-Galuh

Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh adalah dua kerajaan yang merupakan pecahan
dari Kerajaan Tarumanagara. Dalam catatan perjalanan Tome Pires (1513),
disebutkan bahwa ibukota kerajaan (Dayo, dari bahasa Sunda dayeuh, kota)
Kerajaan Sunda terletak dua hari perjalanan dari Pelabuhan Kalapa yang terletak
di muara Sungai Ciliwung. Keterangan mengenai keberadaan kedua kerajaan ini juga
terdapat pada beberapa prasasti. Prasasti di Bogor banyak bercerita tentang
Kerajaan Sunda sebagai pecahan Tarumanagara, sedangkan prasasti di daerah
Sukabumi bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa Sri
Jayabupati.



Berdirinya kerajaan Sunda dan Galuh
Pembagian Tarumanagara
Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, di tahun 669 M menggantikan
kedudukan mertuanya yaitu Linggawarman raja Tarumanagara yang terakhir. Karena
pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan
keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura.
Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.
Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh dan
masih keluarga kerajaan Tarumanegara, untuk memisahkan diri dari kekuasaan
Tarusbawa. Dengan dukungan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, Wretikandayun
menuntut kepada Tarusbawa supaya wilayah Tarumanagara dipecah dua. Dukungan ini
dapat terjadi karena putera mahkota Galuh bernama Mandiminyak, berjodoh dengan
Parwati puteri Maharani Shima dari Kalingga. Dalam posisi lemah dan ingin
menghindari perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Di tahun 670 M,
wilayah Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan; yaitu Kerajaan Sunda dan
Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.

Lokasi ibukota Sunda
Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru di daerah
pedalaman dekat hulu Sungai Cipakancilan.[1] Dalam Carita Parahiyangan, tokoh
Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia
menjadi cakal-bakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Sunda
sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di
Bogor dan Sukabumi. Kehadiran Prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat
membangkitkan dugaan bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun
dugaan itu tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah lainnya. Isi prasasti hanya
menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian Sungai Cicatih yang termasuk
kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis
Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak
ibukota Tarumanagara.

Keterlibatan Kalingga
Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera
mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.
Suami puteri ini adalah cicit Wretikandayun bernama Rakeyan Jamri, yang dalam
tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda ke-2. Sebagai penguasa
Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan setelah menguasai
Kerajaan Galuh dikenal dengan nama Sanjaya. Sebagai ahli waris Kalingga, Sanjaya
kemudian juga menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram (Mataram
Kuno) dalam tahun 732 M. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya
dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Ia adalah
kakak seayah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga
Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara.

Prasasti Jayabupati
Isi prasasti
Telah diungkapkan di awal bahwa nama Sunda sebagai kerajaan tersurat pula dalam
prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi. Prasasti ini terdiri atas 40 baris
sehingga memerlukan empat (4) buah batu untuk menuliskannya. Keempat batu
bertulis itu ditemukan pada aliran Sungai Cicatih di daerah Cibadak, Sukabumi.
Tiga ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sebuah ditemukan di dekat
Kampung Pangcalikan. Keunikan prasasti ini adalah disusun dalam huruf dan bahasa
Jawa Kuno. Keempat prasasti itu sekarang disimpan di Museum Pusat dengan nomor
kode D 73 (dari Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi ketiga batu pertama (menurut
Pleyte):
D 73 :
//O// Swasti shakawarsatita 952 karttikamasa tithi dwadashi shuklapa-ksa. ha.
ka. ra. wara tambir. iri- ka diwasha nira prahajyan sunda ma-haraja shri
jayabhupati jayamana- hen wisnumurtti samarawijaya haka-
labhuwanamandaleswaranindita harogowardhana wikra-mottunggadewa, ma-
D 96 :
gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan
sunda. mwang tan hanani baryya baryya shila. irikang lwah tan pangalapa ikan
sesini lwah. Makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu, i sor makahingan
ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken
pra-sasti pagepageh. mangmang sapatha.
D 97 :
sumpah denira prahajyan sunda. lwirnya nihan.

Terjemahan isi prasasti, adalah sebagai berikut:
Selamat. Dalam tahun Saka 952 bulan Kartika tanggal 12 bagian terang, hari
Hariang, Kaliwon, Ahad, Wuku Tambir. Inilah saat Raja Sunda Maharaja Sri
Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita
Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, membuat tanda di sebelah timur Sanghiyang
Tapak. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar
ketentuan ini. Di sungai ini jangan (ada yang) menangkap ikan di sebelah sini
sungai dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak sebelah hulu. Di sebelah
hilir dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak pada dua batang pohon besar.
Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan Sumpah. Sumpah yang
diucapkan oleh Raja Sunda lengkapnya tertera pada prasasti keempat
(D 98). Terdiri dari 20 baris, intinya menyeru semua kekuatan gaib di dunia dan
disurga agar ikut melindungi keputusan raja. Siapapun yang menyalahi ketentuan
tersebut diserahkan penghukumannya kepada semua kekuatan itu agar dibinasakan
dengan menghisap otaknya, menghirup darahnya, memberantakkan ususnya dan
membelah dadanya. Sumpah itu ditutup dengan kalimat seruan, I wruhhanta kamung
hyang kabeh (ketahuilah olehmu parahiyang semuanya). Tanggal prasasti Tanggal
pembuatan Prasasti Jayabupati bertepatan dengan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka
Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952 -
964) saka (1030 -1042 M). Isi prasasti itu dalam segala hal menunjukkan corak
Jawa Timur. Tidak hanya huruf, bahasa dan gaya, melainkan juga gelar raja yang
mirip dengan gelar raja di lingkungan Keraton Darmawangsa. Tokoh Sri Jayabupati
dalam Carita Parahiyangan disebut dengan nama Prabu Detya Maharaja. Ia adalah
raja Sunda ke-20 setalah Maharaja Tarusbawa.

Penyebab perpecahan
Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Kerajaan Sunda adalah pecahan Tarumanagara.
Peristiwa itu terjadi tahun 670 M. Hal ini sejalan dengan sumber berita Tiongkok
yang menyebutkan bahwa utusan Tarumanagara yang terakhir mengunjungi negeri itu
terjadi tahun 669 M. Tarusbawa memang mengirimkan utusan yang memberitahukan
penobatannya kepada Kaisar Tiongkok dalam tahun 669 M. Ia sendiri dinobatkan
pada tanggal 9 bagian-terang bulan Jesta tahun 591 Saka, kira-kira bertepatan
dengan tanggal 18 Mei 669 M.

Sanna dan Purbasora
Tarusbawa adalah sahabat baik Bratasenawa alis Sena (709 - 716 M), Raja Galuh
ketiga. Tokoh ini juga dikenal dengan Sanna, yaitu raja dalam Prasasti Canggal
(732 M), sekaligus paman dari Sanjaya. Persahabatan ini pula yang mendorong
Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Bratasenawa alias Sanna atau
Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora dalam tahun 716 M. Purbasora
adalah cucu Wretikandayun dari putera sulungnya, Batara Danghyang Guru
Sempakwaja, pendiri kerajaan Galunggung. Sedangkan Sena adalah cucu
Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M).
Sebenarnya Purbasora dan Sena adalah saudara satu ibu karena hubungan gelap
antara Mandiminyak dengan istri Sempakwaja. Tokoh Sempakwaja tidak dapat
menggantikan kedudukan ayahnya menjadi Raja Galuh karena ompong. Sementara,
seorang raja tak boleh memiliki cacat jasmani. Karena itulah, adiknya yang
bungsu yang mewarisi tahta Galuh dari Wretikandayun. Tapi, putera Sempakwaja
merasa tetap berhak atas tahta Galuh. Lagipula asal-usul Raja Sena yang kurang
baik telah menambah hasrat Purbasora untuk merebut tahta Galuh dari Sena. Dengan
bantuan pasukan dari mertuanya, Raja Indraprahasta, sebuah kerajaan di daerah
Cirebon sekarang, Purbasora melancarkan perebutan tahta Galuh. Sena akhirnya
melarikan diri ke Kalingga, ke kerajaan nenek isterinya, Maharani Shima.

Sanjaya dan Balangantrang
Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sena, berniat menuntut balas terhadap
keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa, sahabat Sena.
Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama
isterinya.
Sebelum itu ia telah menyiapkan pasukan khusus di daerah Gunung Sawal atas
bantuan Rabuyut Sawal, yang juga sahabat baik Sena. Pasukan khusus ini langsung
dipimpin Sanjaya, sedangkan pasukan Sunda dipimpin Patih Anggada. Serangan
dilakukan malam hari dengan diam-diam dan mendadak. Seluruh keluarga Purbasora
gugur. Yang berhasil meloloskan diri hanyalah menantu Purbasora, yang menjadi
Patih Galuh, bersama segelintir pasukan. Patih itu bernama Bimaraksa yang lebih
dikenal dengan Ki Balangantrang karena ia merangkap sebagai senapati kerajaan.
Balangantrang ini juga cucu Wretikandayun dari putera kedua bernama Resi Guru
Jantaka atau Rahyang Kidul, yang tak bisa menggantikan Wretikandayun karena
menderita "kemir" atau hernia. Balangantrang bersembunyi di kampung Gègèr
Sunten dan dengan diam-diam menghimpun kekuatan anti Sanjaya. Ia mendapat
dukungan dari raja-raja di daerah Kuningan dan juga sisa-sisa laskar
Indraprahasta, setelah kerajaan itu juga dilumatkan oleh Sanjaya sebagai
pembalasan karena dulu membantu Purbasora menjatuhkan Sena. Sanjaya mendapat
pesan dari Sena, bahwa kecuali Purbasora, anggota keluarga Keraton Galuh lainnya
harus tetap dihormati. Sanjaya sendiri tidak berhasrat menjadi penguasa Galuh.
Ia melalukan penyerangan hanya untuk menghapus dendam ayahnya. Setelah berhasil
mengalahkan Purbasora, ia segera menghubungi uwaknya, Sempakwaja, di Galunggung
dan meminta beliau agar Demunawan, adik Purbasora, direstui menjadi penguasa
Galuh. Akan tetapi Sempakwaja menolak permohonan itu karena takut kalau-kalau
hal tersebut merupakan muslihat Sanjaya untuk melenyapkan Demunawan. Sanjaya
sendiri tidak bisa menghubungi Balangantrang karena ia tak mengetahui
keberadaannya. Akhirnya Sanjaya terpaksa mengambil hak untuk dinobatkan sebagai
Raja Galuh. Ia menyadari bahwa kehadirannya di Galuh kurang disenangi. Selain
itu sebagai Raja Sunda ia sendiri harus berkedudukan di Pakuan. Untuk pimpinan
pemerintahan di Galuh ia mengangkat Premana Dikusuma, cucu Purbasora. Premana
Dikusuma saat itu berkedudukan sebagai raja daerah. Dalam usia 43 tahun (lahir
tahun 683 M), ia telah dikenal sebagai raja resi karena ketekunannya mendalami
agama dan bertapa sejak muda. Ia dijuluki Bagawat Sajalajaya.

Premana, Pangreyep dan Tamperan
Penunjukkan Premana oleh Sanjaya cukup beralasan karena ia cucu Purbasora.
Selain itu, isterinya, Naganingrum, adalah anak Ki Balangantrang. Jadi suami
istri itu mewakili keturunan Sempakwaja dan Jantaka, putera pertama dan kedua
Wretikandayun. Pasangan Premana dan Naganingrum sendiri memiliki putera bernama
Surotama alias Manarah (lahir 718 M, jadi ia baru berusia 5 tahun ketika Sanjaya
menyerang Galuh). Surotama atau Manarah dikenal dalam literatur Sunda klasik
sebagai Ciung Wanara. Kelak di kemudian hari, Ki Bimaraksa alias Ki
Balangantrang, buyut dari ibunya, yang akan mengurai kisah sedih yang menimpa
keluarga leluhurnya dan sekaligus menyiapkan Manarah untuk melakukan pembalasan.
Untuk mengikat kesetiaan Premana Dikusumah terhadap pemerintahan pusat di
Pakuan, Sanjaya menjodohkan Raja Galuh ini dengan Dewi Pangrenyep, puteri
Anggada, Patih Sunda. Selain itu Sanjaya menunjuk puteranya, Tamperan, sebagai
Patih Galuh sekaligus memimpin "garnizun" Sunda di ibukota Galuh. Premana
Dikusumah menerima kedudukan Raja Galuh karena terpaksa keadaan. Ia tidak berani
menolak karena Sanjaya memiliki sifat seperti Purnawarman, baik hati terhadap
raja bawahan yang setia kepadanya dan sekaligus tak mengenal ampun terhadap
musuh-musuhnya. Penolakan Sempakwaja dan Demunawan masih bisa diterima oleh
Sanjaya karena mereka tergolong angkatan tua yang harus dihormatinya. Kedudukan
Premana serba sulit, ia sebagai Raja Galuh yang menjadi bawahan Raja Sunda yang
berarti harus tunduk kepada Sanjaya yang telah membunuh kakeknya. Karena kemelut
seperti itu, maka ia lebih memilih meninggalkan istana untuk bertapa di dekat
perbatasan Sunda sebelah timur Citarum dan sekaligus juga meninggalkan istrinya,
Pangrenyep. Urusan pemerintahan diserahkannya kepada Tamperan, Patih Galuh yang
sekaligus menjadi "mata dan telinga" Sanjaya. Tamperan mewarisi watak buyutnya,
Mandiminyak yang senang membuat skandal. Ia terlibat skandal dengan Pangrenyep,
istri Premana, dan membuahkan kelahiran Kamarasa alias Banga (723 M). Skandal
itu terjadi karena beberapa alasan, pertama Pangrenyep pengantin baru berusia 19
tahun dan kemudian ditinggal suami bertapa; kedua keduanya berusia sebaya dan
telah berkenalan sejak lama di Keraton Pakuan dan sama-sama cicit Maharaja
Tarusbawa; ketiga mereka sama-sama merasakan derita batin karena kehadirannya
sebagai orang Sunda di Galuh kurang disenangi. Untuk menghapus jejak Tamperan
mengupah seseorang membunuh Premana dan sekaligus diikuti pasukan lainnya
sehingga pembunuh Premana pun dibunuh pula. Semua kejadian ini rupanya tercium
oleh senapati tua Ki Balangantrang. Tamperan sebagai raja Dalam tahun 732 M
Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia
meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara
puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan
Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru
Demunawan, putera bungsu Sempakwaja. Demikianlah Tamperan menjadi penguasa
Sunda-Galuh melanjutkan kedudukan ayahnya dari tahun 732 - 739 M. Sementara itu
Manarah alias Ciung Wanara secara diam-diam menyiapkan rencana perebutan tahta
Galuh dengan bimbingan buyutnya, Ki Balangantrang, di Geger Sunten. Rupanya
Tamperan lalai mengawasi anak tirinya ini yang ia perlakukan seperti anak
sendiri. Sesuai dengan rencana Balangantrang, penyerbuan ke Galuh dilakukan
siang hari bertepatan dengan pesta sabung ayam. Semua pembesar kerajaan hadir,
termasuk Banga. Manarah bersama anggota pasukannya hadir dalam gelanggang
sebagai penyabung ayam. Balangantrang memimpin pasukan Geger Sunten menyerang
keraton. Kudeta itu berhasil dalam waktu singkat seperti peristiwa tahun 723
ketika Manarah berhasil menguasai Galuh dalam tempo satu malam. Raja dan
permaisuri Pangrenyep termasuk Banga dapat ditawan di gelanggang sabung ayam.
Banga kemudian dibiarkan bebas. Pada malam harinya ia berhasil membebaskan
Tamperan dan Pangrenyep dari tahanan. Akan tetapi hal itu diketahui oleh pasukan
pengawal yang segera memberitahukannya kepada Manarah. Terjadilah pertarungan
antara Banga dan Manarah yang berakhir dengan kekalahan Banga. Sementara itu
pasukan yang mengejar raja dan permaisuri melepaskan panah-panahnya di dalam
kegelapan sehingga menewaskan Tamperan dan Pangrenyep.

Manarah dan Banga
Berita kematian Tamperan didengar oleh Sanjaya yang ketika itu memerintah di
Mataram (Jawa Tengah), yang kemudian dengan pasukan besar menyerang purasaba
Galuh. Namun Manarah telah menduga itu sehingga ia telah menyiapkan pasukan yang
juga didukung oleh sisa-sisa pasukan Indraprahasta yang ketika itu sudah berubah
nama menjadi Wanagiri, dan raja-raja di daerah Kuningan yang pernah dipecundangi
Sanjaya. Perang besar sesama keturunan Wretikandayun itu akhirnya bisa dilerai
oleh Raja Resi Demunawan (lahir 646 M, ketika itu berusia 93 tahun). Dalam
perundingan di keraton Galuh dicapai kesepakatan: Galuh diserahkan kepada
Manarah dan Sunda kepada Banga. Demikianlah lewat perjanjian Galuh tahun 739
ini, Sunda dan Galuh yang selama periode 723 - 739 berada dalam satu kekuasan
terpecah kembali. Dalam
perjanjian itu ditetapkan pula bahwa Banga menjadi raja bawahan. Meski Banga
kurang senang, tetapi ia menerima kedudukan itu. Ia sendiri merasa bahwa ia bisa
tetap hidup atas kebaikan hati Manarah. Untuk memperteguh perjanjian, Manarah
dan Banga dijodohkan dengan kedua cicit Demunawan. Manarah sebagai penguasa
Galuh bergelar Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana memperistri
Kancanawangi. Banga sebagai Raja Sunda bergelar Prabu Kretabuana Yasawiguna Aji
Mulya dan berjodoh dengan Kancanasari, adik Kancanawangi.

Keturunan Sunda dan Galuh selanjutnya
Naskah tua dari kabuyutan Ciburuy, Bayongbong, Garut, yang ditulis pada abad ke-
13 atau ke-14 memberitakan bahwa Rakeyan Banga pernah membangun parit Pakuan.
Hal ini dilakukannya sebagai persiapan untuk mengukuhkan diri sebagai raja yang
merdeka. Ia berjuang 20 tahun sebelum berhasil menjadi penguasa yang diakui di
sebelah barat Citarum dan lepas dari kedudukan sebagai raja bawahan Galuh. Ia
memerintah 27 tahun lamanya (739-766). Manarah, dengan gelar Prabu Suratama atau
Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuwana, dikaruniai umur panjang dan
memerintah di Galuh antara tahun 739-783.[2] Dalam tahun 783 ia melakukan
manurajasuniya, yaitu mengundurkan diri dari tahta kerajaan untuk melakukan tapa
sampai akhir hayat. Ia baru wafat tahun 798 dalam usia 80 tahun.
Dalam naskah-naskah babad, posisi Manarah dan Banga ini sering dikacaukan. Tidak
saja dalam hal usia, di mana Banga dianggap lebih tua, tapi juga dalam
penempatan mereka sebagai raja. Dalam naskah-naskah tua, silsilah raja-raja
Pakuan selalu dimulai dengan tokoh Banga. Kekacauan silsilah dan penempatan
posisi itu mulai tampak dalam naskah Carita Waruga Guru, yang ditulis pada
pertengahan abad ke-18. Kekeliruan paling menyolok dalam babad ialah kisah Banga
yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Majapahit. Padahal, Majapahit baru
didirikan Raden Wijaya dalam tahun 1293, 527 tahun setelah Banga wafat.
Keturunan Manarah putus hanya sampai cicitnya yang bernama Prabulinggabumi (813
- 852). Tahta Galuh diserahkan kepada suami adiknya yaitu Rakeyan Wuwus alias
Prabu Gajah Kulon (819 - 891), cicit Banga yang menjadi Raja Sunda ke-8
(dihitung dari Tarusbawa). Sejak tahun 852, kedua kerajaan pecahan Tarumanagara
itu diperintah oleh keturunan Banga; sebagai akibat perkawinan di antara para
kerabat keraton Sunda, Galuh, dan Kuningan (Saunggalah).

Hubungan Sunda-Galuh dan Sriwijaya
Sri Jayabupati yang prasastinya telah dibicarakan di muka adalah Raja Sunda yang
ke-20. Ia putra Sanghiyang Ageng (1019 - 1030 M). Ibunya seorang puteri
Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja Wurawuri. Adapun permaisuri Sri
Jayabupati adalah puteri dari Dharmawangsa, raja Kerajaan Medang, dan adik Dewi
Laksmi isteri Airlangga. Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah
gelar dari mertuanya, Dharmawangsa. Gelar itulah yang dicantumkannya dalam
prasasti Cibadak. Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam
kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu
Dharmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara
Sriwijaya dengan mertuanya, Dharmawangsa. Pada puncak krisis ia hanya menjadi
penonton dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus "menyaksikan"
Dharmawangsa diserang dan dibinasakan oleh Raja Wurawuri atas dukungan
Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan
tetapi ia dan ayahnya diancam agar bersikap netral dalam hal ini. Serangan
Wurawuri yang dalam Prasasti Calcutta (disimpan di sana) disebut pralaya itu
terjadi tahun 1019 M.

Daftar raja-raja Sunda-Galuh
Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati
Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati, yang berjumlah
20 orang :
Raja-raja Sunda sampai Sri JayabupatiNoRajaMasa pemerintahanKeterangan
1Maharaja Tarusbawa669-723
2Sanjaya Harisdarma723-732cucu-menantu no. 1
3Tamperan Barmawijaya732-739
4Rakeyan Banga739-766
5Rakeyan Medang Prabu Hulukujang766-783
6Prabu Gilingwesi783-795menantu no. 5
7Pucukbumi Darmeswara795-819menantu no. 6
8Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus819-891
9Prabu Darmaraksa891-895adik-ipar no. 8
10Windusakti Prabu Dewageng895-913
11Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi913-916
12Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa916-942menantu no. 11
13Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa942-954
14Limbur Kancana954-964anak no. 11
15Prabu Munding Ganawirya964-973
16Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung973-989
17Prabu Brajawisesa989-1012
18Prabu Dewa Sanghyang1012-1019
19Prabu Sanghyang Ageng1019-1030
20Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati1030-1042

Catatan: Kecuali Tarusbawa (no. 1), Banga (no. 4), dan Darmeswara (no. 7) yang
hanya berkuasa di kawasan sebelah barat Sungai Citarum, raja-raja yang lainnya
berkuasa di Sunda dan Galuh.

Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon
Di bawah ini adalah urutan raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon, yang
berjumlah 13 orang :
Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah KulonNoRajaMasa pemerintahanKeterangan
1Wretikandayun670-702
2Rahyang Mandiminyak702-709
3Rahyang Bratasenawa709-716
4Rahyang Purbasora716-723sepupu no. 3
5Sanjaya Harisdarma723-724anak no. 3
6Adimulya Premana Dikusuma724-725cucu no. 4
7Tamperan Barmawijaya725-739anak no. 5
8Manarah739-783anak no. 6
9Guruminda Sang Minisri783-799menantu no. 8
10Prabhu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan799-806
11Sang Walengan806-813
12Prabu Linggabumi813-852
13Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus819-891ipar no. 10

Catatan: Sanjaya Harisdarma (no. 5) dan Tamperan Barmawijaya (no. 7) sempat
berkuasa di Sunda dan Galuh. Penyatukan kembali kedua kerajaan Sunda dan Galuh
dilakukan kembali oleh Prabu Gajah Kulon (no. 13).
Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati
Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati, yang
berjumlah 14 orang :
Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri JayabupatiNoRajaMasa
pemerintahanKeterangan
1Darmaraja1042-1065
2Langlangbumi1065-1155
3Rakeyan Jayagiri Prabu MÃ(c)nakluhur1155-1157
4Darmakusuma1157-1175
5Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu1175-1297
6Ragasuci1297-1303
7Citraganda1303-1311
8Prabu LinggadÃ(c)wata1311-1333
9Prabu Ajiguna LinggawisÃ(c)sa1333-1340menantu no. 8
10Prabu Ragamulya Luhurprabawa1340-1350
11Prabu Maharaja LinggabuanawisÃ(c)sa1350-1357tewas dalam Perang Bubat
12Prabu Bunisora1357-1371paman no. 13
13Prabu Niskala Wastu Kancana1371-1475anak no. 11
14Prabu Susuktunggal1475-1482

Saat Wastu Kancana wafat, kerajaan kembali dipecah dua diantara anak-anaknya
yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang
berkuasa di Kawali (Galuh). Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh akhirnya
benar-benar menyatu dalam pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521), yang
merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal, dan sejak itu
kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran.
Garis waktu kerajaan di Jawa Barat dan Banten



Referensi
^ Naskah Carita Parahyangan (1580), fragmen Kropak 406. Naskah beraksara Sunda
Kuno, bahasa Sunda Kuno. Koleksi: Perpustakaan Nasional RI.
^ Sukardja, H. Djadja, (2002). Situs Karangkamulyan. Ciamis: H. Djadja
Sukardja S. Cet-2.


Bacaan selanjutnya
Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah
"Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, Jakarta. ISBN 979-419-330-5
Saleh Danasasmita. 2003. Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu
Siliwangi. Kiblat Buku Utama, Bandung. ISBN
Yoseph Iskandar. 1997. Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa. Geger Sunten,
Bandung.
Pranala luar
Situs Karangkamulyan, Mitos Ciung Wanara & Wisata Budaya, Pikiran Rakyat:
Selasa, 29 April 2003.
Kerajaan di Jawa
0-600 (Hindu-Buddha Pra Mataram): Salakanagara | Tarumanagara | Sunda-Galuh |
Kalingga | Kanjuruhan
600-1500 (Hindu-Buddha): Mataram Kuno, Medang, Kahuripan, Janggala, Kadiri,
Singhasari, Majapahit, Pajajaran, Blambangan
1500-sekarang (Kerajaan Islam): Demak, Pajang, Banten, Cirebon, Sumedang Larang,
Mataram Islam, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunagaran, Paku
Alaman

Jika menurut Anda artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik tentunya memberikan Komentar,kritik serta saran yang sopan disini, Terima kasih atas komentar dan kunjungan nya

Kembali lagi ke atas