Dalam Kropak 410 (abad ke-18) disebutkan bahwa Tajimalela itu adalah Panji Romahyang putera Demang Tabela Panji Ronajaya dari Dayeuh Singapura dan disebutkan pula bahwa Tajimalela sejajar dengan tokoh Ragamulya (1340 – 1350) penguasa di Kawali dan Suryadewata ayahanda Batara Gunung Bitung di daerah Majalengka? Sedangkan berdasarkan historiografi tradisional yang berkembang di masyarakat Sumedang bahwa Tajimalela bertahta pada tahun 721 – 778 atau sejajar dengan Prabu Sanjaya (723 – 732) penguasa Galuh yang kemudian penurunankan raja-raja di Jawa. Ketika Prabu Tajimalela menjadi raja, usia Sanghyang Resi Agung alias Aria Bimaraksa + 68 tahun dan Prabu Guru Haji Aji Putih berusia 46 tahun. Tradisi waktu itu menjadi seorang raja harus berusia diantara 21 s.d. 23 tahun. Munculnya berbagai versi mengenai Tajimalela karena kurangnya data otentik mengenai masa kerajaan Sumedanglarang khususnya masa sebelum Geusan Ulun bertahta, hanya pada masa Prabu Pagulingan pernah tercatat dalam Catatan Bujangga Manik (1473) yang waktu itu berkedudukan di Cipameungpeuk dan masa Prabu Geusan Ulun tercatat dalam Pustaka Nagara Kretabhumi (1694). Sedangkan masa sebelumnya hanya berupa historiografi , mitos dan babad yang ditulis sesudah masa Prabu Geusan Ulun. Seperti yang diceritakan dalam Kitab Waruga Jagat (1656) yang ada di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, hanya sedikit menceritakan mengenai Sumedanglarang.
Berdasarkan Historiografi Tradisional dan Babad Sumedang, setelah Prabu Guru Haji Aji Putih menyerahkan kerajaan Tembong Agung ke putranya Batara Tuntang Buana, oleh Batara Tuntang Buana nama kerajaan Tembong Agung diganti menjadi Hibar Buana yang berarti menerangi alam. Ketika Batara Tuntang Buana, berkelana mencari tempat untuk untuk mempelajari “elmu Kasumedangan” yang terdiri dari 33 pasal dalam pencariannya Batara Tuntang Buana melewati beberapa tempat seperti Gunung Merak, Gunung Pulosari, Gunung Puyuh, Ganeas, Gunung Lingga dan tempat lainnya, yang akhirnya sampailah di Gunung Mandala Sakti, Batara Tuntang Buana segera memperdalam elmu Kasumedangan hingga gunung Mandala Sakti terbelah dan Batara Tuntang Buana mampu membalut (menyimpay) kembali gunung tersebut sehingga gunung tersebut dikenal sebagai Gunung Simpay.
Dan ketika Batara Tuntang Buana sedang bertapa terjadi fenomena alam di kaki Gunung Cakrabuana, ketika langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam yehingga ia berkata “ Ingsun Medal Ingsun Madangan” (Ingsun artinya “saya”, Medal artinya lahir dan Madangan artinya memberi penerangan) maksudnya “Aku lahir untuk memberikan penerangan” dari kata-kata tersebut terangkailah kata Sumedang, Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan kata Sumedang bisa diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon (Litsia Chinensis) sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.
Setelah selesai bertapa Batara Tuntang Buana segera turun gunung dan menggantinya namanya menjadi Prabu Tajimalela (Taji = tajam, Malela = selendang) dikenal pula sebagai Prabu Agung Resi Cakrabuana dan Kerajaan Hibar Buana diganti menjadi Sumedanglarang, kata Sumedanglarang dapat juga diartikan sebagai “tanah luas tidak ada tandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).
Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang dan merupakan raja pertama Kerajaan Sumedanglarang (721 – 778) yang berkedudukan Tembong Agung Darmaraja dibekas kerajaan Prabu Guru Aji Putih. Setelah wafat Prabu Tajimalela dimakamkan di puncak Kabuyutan Gunung Lingga terletak di Desa Cimarga Kecamatan Cisitu Sumedang. Situs Gunung Lingga berbentuk bangunan teras berundak terdiri dari beberapa teras yang tersusun dari batu. Pada teras teratas terdapat batu “Lingga” dengan tinggi + 1.5 Cm yang dipercaya sebagai makam Prabu Tajimalela.
Kemunculan Sumedanglarang sejalan dengan kasus kemunculan kerajaan Talaga. Dirintis oleh tokoh Praburesi, tumbuh otonom tetapi yuridis berada dibawah Galuh.
Prabu Tajimalela mempunyai tiga orang putra yaitu ; yang pertama Jayabrata atau Batara Sakti alias Prabu Lembu Agung, yang kedua Atmabrata atau Bagawan Batara Wirayuda yang dikenal sebagai Prabu Gajah Agung, dan yang terakhir Mariana Jaya atau Batara Dikusuma dikenal sebagai Sunan Ulun, yang pertama menjadi raja kedua Sumedanglarang adalah Lembu Agung (778 – 893) kemudian digantikan oleh Gajah Agung . Kisah awal Prabu Gajah Agung sangat mirip kisah awal Kerajaan Mataram menurut versi Babad Tanah Jawi tetapi melihat masa pemerintahannya Prabu Gajah Agung pada tahun 839 sedangkan Ki Ageng Pamanahan tahun 1582 jelas terlihat waktu yang sangat berbeda. Menurut kisah Babad Tanah Jawi itu Ki Ageng Sela memetik dan menyimpan buah kelapa muda sementara Ki Ageng Sela pergi, datanglah Ki Ageng Pamanahan yang kemudian meminumnya, yang akhirnya Ki Ageng Pamanahan menjadi Raja Mataram sedangkan dalam Babad Darmaraja ketika Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke puncak Gunung Sangkan Jaya .Simak video penelusuran situs Gunung Lingga /Prabu tadjimalela disini
Jika menurut Anda artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.
9 komentar:
dank_heryana@yahoo.com
Nuhun Kang, Abdi ziarah ka gunung lingga mah sering, tapi kirang apal sejarahna, janten kapayuna mah ziarah teh terang sareng riwayatna tos baca artikel ieu mah
Terus semangat, untuk melestarikan sejarah,seni budaya sunda,,,saya kagum dgn isi blog ini
Terimakasih suport dari sahabat MBC,Dank Heryana,khususnya bwt sahabat Nisa saya akan memberi jawaban atas pertanyaan nya.
memang benar adanya, jika msh penasaran saya kutip lagi tentang Museum Prabu geusan ulun (MPGU)berikut alamat lengkapnya, barangkali sahabat berminat berkunjung ke MPGU sumedang
Peninggalan benda-benda bersejarah dan barang-barang pusaka Leluhur Sumedang, sejak Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang dan Bupati-bupati yang memerintah Kabupaten Sumedang dahulu, merupakan koleksi yang membanggakan dan besar artinya bagi kita semua, terlebih bagi keluarga Sumedang.
Kumpulan benda-benda tersebut disimpan di Yayasan Pangeran Sumedang sejak tahun 1955.
Timbullah suatu gagasan, ingin memperlihatkan kepada masyarakat Sumedang khususnya dan masyarakat di luar Sumedang pada umumnya, bahwa di Sumedang dahulu terdapat kerajaan besar yaitu Kerajaan Sumedang Larang, dengan melihat benda-benda peninggalan Raja-raja tersebut dan sebagainya.
Gagasan tersebut ditanggapi dengan penuh keyakinan oleh keluarga, maka direncanakan membuat museum. Setelah diadakan persiapan-persiapan yang matang dan terencana, lima tahun setelah tahun 1968 baru terlaksana, tepatnya tanggal 11 Nopember 1973 Museum Keluarga berdiri.
Museum tersebut diberi nama Museum Yayasan Pangeran Sumedang, dan dikelola langsung oleh Yayasan Pangeran Sumedang. Pada tahun 1974
di Sumedang diadakan Seminar Sejarah oleh ahli-ahli sejarah se-Jawa Barat dan diikuti ahli sejarah dari Yayasan Pangeran Sumedang, dalam seminar tersebut dibahas nama museum Sumedang. Diusulkan nama museum adalah seorang tokoh dalam Sejarah Sumedang, ternyata yang disepakati nama Raja Sumedang Larang terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang dari tahun 1578 - 1601, yaitu Prabu Geusan Oeloen.
Kemudian nama museum menjadi Museum Prabu Geusan Ulun dengan ejaan baru untuk memudahkan generasi baru membacanya.
Museum Prabu Geusan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, 50 meter dari Alun-alun ke sebelah selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan dengan Gedung-gedung Pemerintah. Jarak dari Bandung 45 kilometer, sedangkan jarak dari Cirebon 85 kilometer, jarak tempuh dari Bandung 1 jam, sedangkan dari Cirebon 2 jam.
YAYASAN PANGERAN SUMEDANG
Akte Notaris Mr. Tan Eng Kiam Tgl. 21 - 4 - 1955 No. 98 dan Akte Notaris Herati Adibah Tgl. 14 - 9 - 2005 No. 02
Jalan Prabu Geusan Ulun 40 Srimanganti Sumedang 45311 Telp./FAX. (0261) 201714
Hatur Nuhun kang, asa diemutan deui.
Kapungkur abdi kantos ngadangu ngeunaan sajarah sumedang teh ti bp. kuncen Dayeuh Luhur (namina hilap deui)ayeuna menakan deui di dieu.
Diantos cariosan nusanesna, sapertos: Hanjuang di kutamaya, sasakal ngadu muncang, sasakala goong saketi, riwayat teu kenging ngango batik ka patilasan Mbah Jaya Perkosa eta sadayana oge masih bagian tina sajarah sumedang larang
bagja pisan..regreg ...mugi we salira singdugi ka kasumedangana...!!!!
bade nambihan sakedik kanggo ka URANG LEMBUR
"riwayat teu kenging ngango batik ka patilasan Mbah Jaya Perkosa " saleresnamah sanes kanu anggean nu ditujukenamah tp k jalmina ..bilih ngangge anggean batik ka patilasana te nao²n da etamah sakadar siloka..ker jalma² nu manahna kawas batik..atanampi nu sok gduh sipat dengki ka sasama....salam we kasadayana ah...semngat terus kannggo BABAD SUNDA
.saya sebagai warga dusun ciejeungjing merasa kerugian setelah pembangunan dan pemindahan situs karena jalan ruteu kasongambang ciejeungjing sebelumnya bagus tetapi setelah pembangunan itu menjadi rusak sampai sekarang belum diperbaiki ...
.mohon di perhatikan ...
.terima kasih sebelumnya mohon maaf klw ada kesalahan dalam penulisan...:)
mohon maaf baru bisa membalas komentar anda,..@Ida,....Semoga saja dinas terkait, dan khusus nya pemkab sumedang dapat menyerap keluhan warga cijeungjing dan segera memperbaiki jalan yg rusak akibat proyek jatigede.
Blog yang mencerahkan... ::thumbs up::
@7new..Leres perkawis pantangan nganggo batik di situs dayeuh luhur rupina siloka diri keur urang sadayana, corak batik ulah diterapkan kana hate, sikap/prilaku urang , saestuna karuhun miharep anak incuna alus tekad lan niatna ulah belang/loreng kawas batik......hatur nuhun kang, insyaallah manawi kapercanten dipaparinan tiasa nyangking kasumedangan kunu kawasa teh....
@Roda Kemudi,...Makasih icapan nya, semoga kita semua dapat belajar dari masa lalu...
Posting Komentar
Pengunjung yang baik tentunya memberikan Komentar,kritik serta saran yang sopan disini, Terima kasih atas komentar dan kunjungan nya