Lintasan Kabar Dari Astanagedé Kawali Ciamis
Kompleks Astanagedé di Kawali Ciamis pada mulanya kemungkinan dibangun sebagai padépokan (kabuyutan), tempat Niskala Wastu Kancana mengasingkan dirinya. Peristiwa tragis yang menimpa ayahandanya, yaitu Prabu Maharaja beserta kaum keluarganya di Bubat pada tahun 1357 Masehi pastilah sangat menimbulkan kepiluan yang dalam. Namun, berkat asuhan Rahiyang Bunisora (Maharaja Suradipati, paman sekaligus mertuanya), ia berdaya upaya agar Sunda mampu menghadapi setiap serangan dari luar. Demi menanamkan gagasannya pula, ia terlebih dahulu menempa dirinya pribadi dengan menjalani hidup sebagai pertapa, seperti diberitakan dalam Carita Parahiyangan: brata siya puja tanpa lum ‘ia berpuasa dan bertapa tidak mengenal batas’. Niskala Wastu tidak pernah meninggalkan pedoman kenegaraan yang pernah dijalankan para pendahulunya (ngawakan purbatisti purbajati) serta diharapkannya agar para penerusnya tetap berpegang kepada pedoman yang diamanatkannya dalam prasasti Kawali II, sebagai berikut:
aya ma ‘Semoga ada
nu ngeusi bha- yang mengisi
gya kawali ba- Kawali dengan kebahagiaan
ri pakéna kere- agar tercapai kesejahteraan
ta bener yang sesungguhnya
pakeun na(n)jeur demi keunggulan
na juritan. di medan perang.
Prasasti (I) yang lebih panjang bunyinya sebagai berikut:
## nihan tapa ka-
li nu siya mulia tapa bha-
gya parebu raja was-
tu mangadeg di kuta kawa-
li nu mahayu na kadatuan
surawisésa nu marigi sa-
kulili(ng) dayeuh nu najur sagala
désa aya ma nu pa(n)deuri pakéna
gawé rahayu pakeun heubeul jaya
di na buana ##
‘Inilah (tanda peringatan) pertama Kawali, ialah yang mendapat kebahagiaan dari bertapa, Prebu Raja Wastu yang berkuasa di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang memperkokoh pertahanan sekeliling ibu kota dengan parit, yang memakmurkan segenap daerah, semoga yang (berkuasa) kemudian mengikuti kebajikan, supaya lama berdaulat di dunia’.
Para peneliti hingga kini masih berpendapat bahwa, Prebu Wastu yang tercatat pada prasasti tadi adalah tokoh yang sama dengan Prabu Niskala Wastu Kancana dalam Carita Parahiyangan. Ia menjadi raja selama 104 tahun. Dikatakan Ayatrohaédi (Tunas Bersemi Di Bumi Subur, 1990: 6) bahwa, Niskala Wastu Kancana atau Prabu Resi Bhuwana Tunggaldewata itulah yang nampaknya dikenal sebagai raja dengan julukan Prabu Siliwangi yang pertama. Menurut tradisi Sunda, memang semua raja Sunda setelah raja Linggabuwana, dikenal dengan julukan Prabu Siliwangi. Niskala Wastu Kancana mempunyai dua orang isteri, dan dari setiap isteri lahir anak laki-laki. Akibatnya, ia terpaksa membagi negaranya menjadi dua, Pakuan Pajajaran dan Galuh Pakuan.
Penganti Niskala Wastu, menurut Carita Parahiyangan pada lempir verso 22 ialah Tohaan di Galuh, inya nu surup di gunung tiga, sedangkan menurut Piagam Kebantenan lempeng E 42a-b penggantinya ialah Rahiyang Ningrat Kancana, dalam pasasti Batutulis Bogor: Rahiyang Déwaniskala sa(ng) sida mo(k)ta di guna tiga.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tohaan di Galuh, bernama Rahiyang Ningrat Kancana atau Rahiyang Dewaniskala. Sedangkan tempat disempurnakannya, menurut prasasti Batutulis Bogor ialah di guna tiga. Perihal kata guna kemungkinan mengalami kasus salah tulis berupa omission untuk sandangan suku pada aksara na (seharusnya nu) lalu terjadi lagi omission untuk sandangan cecek pada aksara bersuku na (nu seharusnya lagi nung), sehingga guna yang dimaksudkan ialah gunung. Rahiyang Ningratkancana baru saja memerintah Galuh selama tujuh tahun. Sebagaimana diberitakan dalam Carita Parahiyangan, ia turun takhta kéna salah twa(h) bogo(h) ka étri larangan ti kaluaran ‘karena berbuat salah mencintai wanita terlarang dari luar’
Para peneliti hingga kini masih berpendapat bahwa, Prebu Wastu yang tercatat pada prasasti tadi adalah tokoh yang sama dengan Prabu Niskala Wastu Kancana dalam Carita Parahiyangan. Ia menjadi raja selama 104 tahun. Dikatakan Ayatrohaédi (Tunas Bersemi Di Bumi Subur, 1990: 6) bahwa, Niskala Wastu Kancana atau Prabu Resi Bhuwana Tunggaldewata itulah yang nampaknya dikenal sebagai raja dengan julukan Prabu Siliwangi yang pertama. Menurut tradisi Sunda, memang semua raja Sunda setelah raja Linggabuwana, dikenal dengan julukan Prabu Siliwangi. Niskala Wastu Kancana mempunyai dua orang isteri, dan dari setiap isteri lahir anak laki-laki. Akibatnya, ia terpaksa membagi negaranya menjadi dua, Pakuan Pajajaran dan Galuh Pakuan.
Penganti Niskala Wastu, menurut Carita Parahiyangan pada lempir verso 22 ialah Tohaan di Galuh, inya nu surup di gunung tiga, sedangkan menurut Piagam Kebantenan lempeng E 42a-b penggantinya ialah Rahiyang Ningrat Kancana, dalam pasasti Batutulis Bogor: Rahiyang Déwaniskala sa(ng) sida mo(k)ta di guna tiga.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tohaan di Galuh, bernama Rahiyang Ningrat Kancana atau Rahiyang Dewaniskala. Sedangkan tempat disempurnakannya, menurut prasasti Batutulis Bogor ialah di guna tiga. Perihal kata guna kemungkinan mengalami kasus salah tulis berupa omission untuk sandangan suku pada aksara na (seharusnya nu) lalu terjadi lagi omission untuk sandangan cecek pada aksara bersuku na (nu seharusnya lagi nung), sehingga guna yang dimaksudkan ialah gunung. Rahiyang Ningratkancana baru saja memerintah Galuh selama tujuh tahun. Sebagaimana diberitakan dalam Carita Parahiyangan, ia turun takhta kéna salah twa(h) bogo(h) ka étri larangan ti kaluaran ‘karena berbuat salah mencintai wanita terlarang dari luar’
Sumber : Undang A.Darsa
http://www.facebook.com/home.php#!/notes/undang-a-darsa/lintasan-kabar-dari-astanaged%C3%A9-kawali-ciamis/225727554107668?notif_t=note_reply
Jika menurut Anda artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik tentunya memberikan Komentar,kritik serta saran yang sopan disini, Terima kasih atas komentar dan kunjungan nya